ia
hanya mengenal musim
ketika daun dan ranting berguguran
karena sebentar lagi kekasihnya datang
membawakannya hujan. lalu selalu akan ia
taburkan di padang-padang
maka tanah perbukitan itu kembali hijau penuh senyum rerumputan.
ia menari bersama hujan. mencumbu bunga-bunga
yang bermekaran
musim ini
ia masih berdiri termangu di bibir jalan
sudah hampir dua pekan. saat matahari bangkit
ia bersiap-siap. disisirnya rambut hitamnya yang panjang.
Dikenakannya gaun putih awan
yang menjuntai hingga mengusap kerikil jalanan.
waktu terus merambat
matahari tegak di atas kepala
tapi tak ada titik hitam bergerak di kejauhan
sebagai pertanda kedatangan
sore
saat matahari pulang
ia masih tegak berdiri di bibir jalan
menunggu hingga larut malam
karena inilah saat terakhir yang dijanjikan
malam tak lagi penuh bintang
juga derik serangga
hening seperti pekuburan. terasa menyakitkan.
angin mendesing mengasah ribuan mata pisau
berkilat-kilat tersapu cahaya bulan
hingga malam menelan semua bayangan
kekasihnya tak kunjung datang
sayup-sayup terdengar gemuruh
lalu tanah tanah, daun daun, bunga bunga, basah dengan air mata
~ Thiya Renjana ~
12022007, 09:20 PM
0 Jejak:
Posting Komentar