Sabtu, Juli 18, 2009

Matanya...


Matanya bening setenang gunung...
kadang ia terlihat menunggu sesuatu
kadang ia terlihat merindukan sesuatu
tapi terkadang ia seperti tidak membutuhkan apapun.
Suatu ketika ia terlihat begitu utuh, dan tak mencari
Tapi belakangan, aku kehilangan.
Aku menyebutnya mata jingga.
Semoga mata itu tidak pernah menangis lagi...

meliputi kabut...
matanya dramatik,sulit diartikan.
Selinang batu-batuan tebing...
Mata yang misterius,dan tak tertembus apapun.
Ia memiliki pancaran ketenangan yang aneh..
Sesuatu yang menyiratkan keanggunan, keutuhan,
sekaligus kediam-diaman yang begitu halus...
Kerapuhan yang tertata dalam harapan yang nyaris hancur.
Tak banyak,
tidak juga sering,
Hanya beberapa kali aku melihat mata itu sungguh-sungguh tertawa.
Selebihnya ia seperti gemuruh kabut yang terus bertanya keberadaan pagi.
Mungkin tepat jika dikatakan gigih.
Mata yang gigih.
mata yang selalu berusaha menaklukkan kegamang-gamangan.
Aku ingin mencairkannya...
menjadi sungai.
Menjadi kehidupan...
yah, menjadi drama agung...
hingga setiap biji-bijian waktu yang terpendam.
Tak lagi bungkam.
Tapi pecah, merekah.
Dengan senyum yang paling tidak takut apapun.

*Tebu Wulung

0 Jejak:

Buku Tamu
Link To Me
Nasihat / Comment
Thiya's Plurk
Daftar Isi
   Koridor Silaturahim Semesta Sajak Renjana